MAKALAH
FIQIH
IBADAH
IBADAH;PENGERTIAN
DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Kuliah Fiqih Ibadah
Oleh
: Enceng Iip Syarifudin,S.Ag, MA.
Kelompok1
:
Nama
:
-
Muhamad Yusup Haryadi
-
Nida Fuada
-
Vika Hidayat
Hukum Ekonomi Syariah( Muamalah )
STAI AL-MUSADDADIYAH
GARUT
2016
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang Masalah
Ibadah kepada Allah SWT merupakan sarana
utama untuk mencapai Ridho-Nya. Manusia diciptakan di muka bumi mengemban tugas
untuk beribadah kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat
21 yang berbunyi :
“Hai Manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS
Al-baqarah ayat 21).
Pada prinsipnya Ibadah merupakan
sari ajaran Islam yang berarti ketaatan diri secara sempurna pada kehendak
Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam
bentuk ibadah.
Manusia yang telah menyatakandirinya
sebagai muslim ditunutun tuks enantiasa melaksanakan ibadah sesuai dengan pertanda
keikhlasan mengabdikan diri kepada Allah SWT. Dalam hal ini, manusia melaksanakan
ibadah yang secara khusushanya ditunjukan untuk kepada Allah SWT, seperti sakit,puasa,zakat,dan
haji. Sedangkan perbuatan yang termasuk ibadah namun tidak di tentukan secara jelas
dalam syariat dinamakan ibadah ghairumahdlah,yaitu segala bentuk perbuatan yang
ditunjukkan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, sebagai
manusia diharuskan untuk tunduk dan taat akan perintah-Nya serta mengikuti aturan
yang telah di syariatkan.
Untuk itulah pentingnya
menanamkan dasar-dasar syariat Islam sertamengkajinya lebih mendetail .
b. RumusanMasalah
1. Apa
yang dimaksud Ibadah ?
2. Makna
Ibadah dalam Islam?
3. Kedudukan
Ibadah dalam Islam?
c. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Ibadah menurut Bahasa dan istilah
2. Untuk
mengetahui makna-makna Ibadah yang terkandung di dalam Islam
3. Untuk
mengetahui kedudukan Ibadah serta memahami dan mengamalkannya
BAB II
1. Pengertian Ibadah
A. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa
Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.
Ibadah
terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan
hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,
zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan
dan badan.
Ibadah
inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن
رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi
rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]
Allah Azza
wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa
yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah
kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
B.
Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta
harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan
raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman
tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ
“Dia
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ
“Adapun
orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah:
165]
إِنَّهُمْ
كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ
وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan
dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah
orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]
Sebagian
Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja,
maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja,
maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf,
maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb,
khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”
C. Syarat
Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa
yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
[6]
Agar dapat
diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan
benar kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas
karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat
yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena
ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad
Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti
syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
بَلَىٰ
مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ
وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“(Tidak
demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan
ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama
wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin
(berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul
Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali
hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia
syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana
Allah berfirman:
فَمَن
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Maka
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan
amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Hal yang
demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa
ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang
pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan
ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta
mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[7]
Bila ada
orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah
tersebut?”
Jawabnya
adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاعْبُدِ
اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
“Maka
sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
2.
Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan
melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya
bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di
dalam Tasyri’.
3.
Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [8]. Maka, orang yang
membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran
agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan
sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri
dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan
manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian
akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan,
padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang
diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
D.
Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb-mu
berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk
Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min: 60]
Ibadah di
dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia,
dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah
itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang
tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah
mudah.
Di antara
keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan
mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.
Termasuk
keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi
segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara
tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad
membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah
dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu
lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena
sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya
tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan
beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman
kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan
kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan
tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama
sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun
bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan
yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan
keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki
kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari
itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia
dan paling lapang dadanya.
Tidak ada
yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan
kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan,
kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb,
Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak
tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.
Termasuk
keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan
berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur
seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah
dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang
tenang.
Termasuk
keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya
dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk,
ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa
percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah
saja.
Keutamaan
ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih
keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.
Tujuan ibadah :
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang
berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang
dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas
hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak
dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang
oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan
memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan
mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati
seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar
untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia
diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat difahami dari firman Allah
swt. :
تُرْجَعُونَ لَا إِلَيْنَا وَأَنَّكُمْ عَبَثاً خَلَقْنَاكُمْ أَنَّمَا أَفَحَسِبْتُمْ
Artinya : Maka apakah kamu
mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan
bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS al-Mu’minun:115)
Karena Allah maha mengetahui tentang
kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi
kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa
2.
Makna Ibadah dalam Islam
a. Ibnu
Taimiyyah menyatakan bahawa: Ibadah ialah nama yang menggabungkan setiap
perkara yang di sukai dan diredai Allah semata dari jenis perkataan atau
perbuatan, batin atau lahir.
b.
Selanjutnya beliau menyatakan: Maka solat, zakat, puasa, haji, berkata
benar, menunaikan amanah, berbakti kepada ibu-bapa, menghubungkan
sillaturrahim, menepati janji, menyuruh kepada kebaikan, mencegah
daripada kejahatan, berperang menentang orang kafir dan munafik, bersikap ihsan
kepada jiran, anak yatim, orang miskin, orang yang kekurangan bekalan dalam
perjalanan, hamba sahaya dan ihsan kepada binatang peliharaan, berdoa,
berzikir, membaca Al Quran, semuanya itu termasuk sebahagian daripada ibadat.
Demikian pula cinta akan Allah dan cinta akan Rasul Nya, takut kepada
Allah, merujukkan sesuatu kepada Nya, memurnikan ketaatan kepada Nya, bersabar
menerima hukum Nya, bersyukur atas segala kurniaan Nya, reda dengan qada’ dan
qadar Nya, bertawakal kepada Nya, mengharap rahmat Nya dan takut kepada azab
siksa Nya dan amalan-amalan lainnya semuanya itu termasuk 'Al Ibadah'.
c.
Menurut Doktor Ibrahim Al Buraikan, Ibadah ialah: Nama yang mencakupi
segala sesuatu yang diredai Allah dan dicintai Nya, baik berupa perkataan
maupun perbuatan yang zahir mahupun yang batin, dengan penuh rasa cinta,
kepasrahan (menyerah) dan ketundukan (taat) yang sempurna, serta membebaskan diri
daripada segala hal yang bertentangan dan menyalahinya.
d. Dari
keterangan diatas kita dapat membuat kesimpulan bahawa makna Ibadah menurut
istilah ialah: Seluruh kegiatan lahir dan batin dalam pengamalan aqidah,
syariah dan akhlak yang diikuti dengan rasa cinta kepada Allah swt. (Al
An'am 6:162-163)
3. Kedudukan Ibadah dalam Islam
- Bahagian ini amat penting dipelajari agar terbentuknya sahsiah Muslim yang memahami ibadah dengan benar dan sanggup mengamalkannnya didalam kehidupan ini.
- Ini kerana hidup ini hanyalah BERNILAI, apabila dipenuhi dengan amal ibadah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT menciptakan jin dan manusia tidak ada tujuan lain melainkan hanya untuk beribadah kepada Nya sahaja dan hanya beribadah itu sahajalah jalan yang dapat menyelamatkan jin dan manusia di dunia dan di akhirat nanti. (Az Azzariyat 51: 56)
- Itulah sebabnya Allah selalu memerintahkan dan menggalakkan manusia khususnya orang yang beriman agar memenuhi hidupnya untuk beribadah kepada Allah sahaja. (Al Baqarah 2:21; Al Bayyinah 98:5)
- Khususnya kepada orang-orang yang beriman, Allah telah memberikan panduan, agar pada setiap solat (sewaktu membaca doa iftitah) mereka mengucapkan secara tegas suatu pernyataan, bahawa hanya kepada Allah sahaja kita beribadah: Sesungguhnya solat ku, ibadah ku, hidup dan mati ku adalah untuk Allah Rabb sekalian alam.(Hadis Riwayat Muslim)
- Setiap Rasul yang diutus kepada setiap umat, antara inti dakwah dan seruannya ialah agar umatnya beribadah kepada Allah dan menjauhi Toghut (seseorang yang melampui batas). (An Nahl 16:36)
- Dan demikianlah pentingnya pengertian beribadah kepada Allah dalam kehidupan di dunia ini. Maka sudah seharusnya kita sebagai manusia yang beriman mencurahkan segala perhatian kita untuk memahami erti dan hakikat ibadah ini sehingga dapat memahaminya dengan benar-benar, dan selanjutnya dapat kita amalkan.
- Ini kerana sememangnya kita hidup di dunia ini tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah sahaja.
- Walaubagaimanapun kita harus menerima satu kenyataan bahawa kebanyakan umat Islam keliru dan salah faham tentang hakikat ibadah. Kebanyakan mereka menyangka bahawa ibadah itu hanyalah berupa amalan-amalan penyembahan kepada Allah sahaja, seperti solat, puasa, haji, zikir, zakat, membaca Al Quran, qorban, aqiqah dan pelbagai lagi ibadah biasa berbentuk ritual semata-mata. Sedangkan itu sebenarnya hanyalah sebahagian daripada tuntutan ibadah kepada Allah.
- Kepada mereka ibadah itu hanyalah di masjid, ketika ijab dan qabul (pernikahan), sewaktu kematian dan ketika berdoa.
- Ada dikalangan umat Islam juga menganggap dan mengatakan bahawa Islam hanya bersangkut-paut dengan hubungan manusia dengan Allah sahaja dan tidak mengatur hubungan manusia dengan manusia (muamalat) dan hubungan manusia dengan alam. Pada mereka ibadah itu hanya di masjid dan hanya di masjid sahaja.
- Pada mereka menjadi sesuatu yang aneh sekiranya kita mengatakan pada mereka bahawa ibadah itu juga berlaku di rumah, pejabat, kelas, universiti, pasar-pasar malam, kedai serbanika, kedai-kedai makan, parlimen, medan peperangan, mahkamah dan di mana-mana sahaja tempat-tempat lain selain masjid.
- Mereka juga merasa aneh jika mereka diajak untuk beribadah kepada Allah dalam soal pentadbiran negara, ekonomi, pendidikan, ketenteraan, sosial, perlembagaan dan perundangan negara, hubungan luar, kebudayaan, sukan, undang-undang jenayah, perlancongan dan teknologi.
- Mereka juga berasa aneh sekiranya seorang pemimpin negara membaca khutbah jumaat dan mereka juga merasa aneh jika seseorang mengatakan kepada mereka tidak ada sekularisme di dalam Islam. (pemisahan antara segala aspek muamalat dengan Syareat Islam)
- Pada mereka urusan negara mesti dipegang oleh pemimpin yang dipilih melalui pilihanraya dan pemimpin itu bukanlah seseorang yang memiliki Ilmu Dien, memperjuangkan Dienul Islam, berjanggut dan berjubah manakala urusan Islam pula diberikan kepada Imam dan juga mufti. (itupun hanya dalam persoalan ibadah mahdah/ khusus sahaja)
- Padahal ibadah itu hakikatnya meliputi seluruh kehidupan manusia. (Az Azzariyat 51: 56; Al An'am 6:162-163; Al Bayyinah 98:5)
Sesungguhnya solat ku, ibadah ku, hidup dan mati ku
adalah untuk Allah Rabb sekalian alam.(Hadis Riwayat
Muslim)
- Terdapat juga satu golongan lain yang terlalu berlebih-lebihan dalam perlaksanaan ibadah. Mereka menganggap perkara sunat sebagai wajib dan perkara-perkara yang mubah (harus) dianggap haram. Mereka cepat mengkafirkan golongan lain dan cepat pula menghukum haram dan bida’ah nya sesuatu perbuatan.
- Mereka ini dalam beribadah (terutama sekali ibadah-ibadah mahdah/ khusus) tidak berpandukan wahyu Allah dan petunjuk Rasul Nya dan mencipta ibadah-ibadah baru kononnya dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sesiapa yang mengerjakan sesuatu amalan yang bukan
daripada kami, maka amalan itu tertolak.(Hadis Riwayat
Bukhari dan Muslim)
- Mereka pernah wujud pada zaman Nabi saw. Mereka ingin berpuasa sepanjang masa tanpa berbuka, solat sepanjang malam tanpa tidur seketikapun dan tidak mahu berkahwin dengan wanita.
- Lalu Rasulullah saw mencegah sahabatnya itu supaya tidak terlalu berlebih-lebihan dengan sabdanya yang mulia:
Maka akupun berpuasa dan akupun berbuka, aku solat namun
aku juga beristirehat, dan aku juga menikahi wanita-wanita. Maka barangsiapa
yang tidak suka dengan sunnah ku, ia bukan dari golongan ku. (Hadis Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Dalam pengajian yang singkat ini dengan izin Allah SWT,
kita berusaha untuk memahami makna dan hakikat ibadah, sehingga kita dapat
mengamalkan dengan berdasarkan pemahaman yang benar dan sempurna dalam batas
yang dapat kita jangkau. Semoga dengan demikian selamatlah hidup kita di dunia
dan di akhirat amin
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Ibadah
merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang
diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai
yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah
laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang
dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya
yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Manusia
diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban,
tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha
mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya,
bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah
agar menusia itu mencapai taqwa.Hikmah dari ibadah adalah kita dapat
meningkatkan ketaqwaan tehadap Allah swt dan hidup berdasarkan apa yan Dia
perintahkan.
2.
Saran
Sebagai manusia
hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu untuk
beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat
semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.
Daftar Pustaka
Subhanallah sungguh indah penerapan dan keterangan dalam mencangkup apa itu ibadah dan saya sangat paham sekaligus takjub pengetahuan arti sebuah ibadah
BalasHapus